Islam telah menuntaskan al-'Uqdah al-Kubra, menguraikan dan memecahkannya untuk manusia dengan cara yang manusiawi; sesuai dengan fitrah, logis; memuaskan 'aqal, serta memberikan ketenangan qalbu. Dan untuk masuk agama Islam, hal itu tergantung kepada ikrar terhadap pemecahan ini, yaitu ikrar yang muncul dari 'aqal (pemikiran yang dihasilkan melalui proses berpikir cemerlang). Karena itu, Islam dibangun di atas satu dasar, yaitu aqidah.
Aqidah menjelaskan bahwa di balik semesta alam, manusia, dan kehidupan, terdapat Al-Khaliq (Sang Pencipta) yang telah menciptakan ketiganya, serta yang telah menciptakan segala sesuatu lainnya, Dialah Allah Ta'ala. Bahwasanya Sang Pencipta telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, menjadi ada. Ia bersifat Wajibul Wujud, wajib adanya. Sebab, kalau tidak demikian, berarti Ia tidak mampu menjadi Al-Khaliq. Ia bukanlah makhluk, karena sifat-Nya sebagai Pencipta memastikan bahwa diri-Nya bukan makhluk. Pasti pula bahwa Ia Wajibul Wujud, karena segala sesuatu menyandarkan wujud kepada diri-Nya; sementara Allah tidak bersandar kepada apapun.
Adapun keharusan adanya Pencipta yang menciptakan segala sesuatu, maka 'aqal hanya mampu menjangkau pemikiran tentang manusia, kehidupan dan semesta alam. Ketiga unsur ini bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain. Manusia terbatas, karena ia tumbuh dan berkembang sampai pada batas tertentu yang tidak dapat dilampuinya lagi, maka manusia bersifat terbatas. Kehidupan terbatas, karena penampakannya bersifat individual. Fakta yang terindera selalu menunjukkan bahwa hidup ini berakhir pada satu individu saja. Jadi, hidup juga bersifat terbatas. Semesta alam terbatas. Sebab, semesta alam merupakan himpunan benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan. Himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya. Jadi, alam semesta pun bersifat terbatas. Walhasil, manusia, kehidupan, dan semesta alam, ketiganya bersifat terbatas.
Tatkala kita mengamati sesuatu yang terbatas, kita mendapatinya bukan azali. Sebab, jika ia Azali, tentu bersifat tidak terbatas. Maka, sesuatu yang terbatas haruslah diciptakan oleh "sesuatu yang lain". Dan "sesuatu yang lain" ini, Dialah Al-Khaliq yang menciptakan manusia, kehidupan dan semesta alam. Dan Al-Khaliq ini, baik Ia diciptakan oleh yang lain, atau Ia menciptakan diri-Nya sendiri, atau Ia bersifat Azali dan Wajibul Wujud, maka akan dibahas satu persatu.
Adapun pernyataan bahwa Ia diciptakan oleh yang lain, ini pernyataan yang bathil. Karena, jika Ia diciptakan, artinya Ia bersifat terbatas, (sementara Al-Khaliq mustahil bersifat terbatas). Adapun pernyataan bahwa Ia menciptakan diri-Nya sendiri, ini juga bathil, karena, ia memerankan sebagai makhluq (yang diciptakan), sekaligus berperan sebagai Al-Khaliq (yang menciptakan) dalam satu waktu yang bersamaan, hal ini merupakan pernyataan yang tertolak oleh nalar. Maka, Al-Khaliq harus bersifat Azali dan Wajibul Wujud, Dialah Allah Ta'ala.
Comments
Post a Comment