Skip to main content

Ikatan Mabdaiyyah Besar Dunia

Kita tidak akan menemukan ideologi besar di dunia ini, kecuali hanya tiga ideologi; Kapitalisme, Sosialisme-Komunisme dan Islam. Dua mabda' pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sementara, Mabda Islam tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Meskipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.

Sekulerisme-Kapitalisme
Kapitalisme berdiri di atas pondasi fashl-d-dīn 'ani-l-hayāt, pemisahan agama dari seluruh lini kehidupan (sekulerisme), dimana ide sekulerisme inilah yang menjadi 'aqīdah kapitalisme, sekaligus qiyādah fikriyyah dan qā'idah fikriyyahnya.

Berdasarkan qā'idah fikriyyah sekulerisme inilah, manusia diposisikan sebagai peletak aturan kehidupan, dimana aturan ini harus mempertahankan kebebasan manusia dalam beraqidah, berpendapat, kebebasan hak kepemilikan dan kebebasan pribadi. Kebebasan hak kepemilikan melahirkan sistem ekonomi kapitalisme, sebagai sistem terpopuler dalam mabda' ini. Sistem ekonomi kapitalisme merupakan sistem paling terkenal yang pernah dilahirkan dari 'aqidah mabda ini. Karena itulah, mabda ini lebih populer dengan nama ideologi kapitalisme.

Adapun demokrasi yang diadopsi oleh mabda' ini berasal dari perspektif bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang). Rakyat adalah sumber kekuasaan; rakyatlah yang menyusun undang-undang, rakyat pula yang menggaji penguasa untuk memerintah, rakyat juga yang mencabut kekuasaan penguasa sekehendaknya, sebab kekuasaan hanyalah kontrak kerja antara rakyat dan penguasa yang digaji untuk memerintah sesuai undang-undang yang telah rakyat tetapkan untuk menjalankan kepemerintahan.

Meskipun demokrasi berasal dari mabda sekulerisme, namun ia kurang populer dibanding sistem ekonominya, dengan bukti bahwa sistem ekonomi kapitalisme di Barat sangat berpengaruh terhadap penguasa, mereka tunduk kepada para pemilik modal (kapitalis). Bahkan, hampir-hampir keberadaan para kapitalis inilah yang menjadi penguasa sejati di dalam negara yang menganut ideologi kapitalisme. Demokrasi juga bukanlah ciri khas mabda' ini, karena komunisme juga mengkampanyekan demokrasi dan menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat. Jadi memang lebih tepat jika mabda' ini disebut mabda kapitalisme.

Asal muasal mabda kapitalisme berawal ketika para kaisar dan raja di Eropa dan Rusia sembunyi di balik tameng pemuka agama, lalu memperalat agama untuk memeras rakyat, menganiaya dan menghisap darahnya. Maka, timbullah pergolakan sengit diantara para filosof dan cendekiawan; sebagian mengingkari agama secara mutlak, sebagian lagi mengkampanyekan pemisahan agama dari ranah kehidupan. Sehingga mayoritas filosof dan cendekiawan sepakat memilih pemisahan agama dari kehidupan, yang berdampak pada pemisahan agama dari negara. Mereka juga sepakat untuk tidak mempermasalahkan penolakan maupun pengakuan terhadap agama, karena inti pembahasan adalah kewajiban untuk memisahkan agama dari kehidupan.

Ide sekulerisme dianggap sebagai moderasi antara pemuka agama yang menginginkan segala sesuatu tunduk kepada mereka atas nama agama, dan antara para filosof-cendekiawan yang menolak agama dan kekuasaan para pemuka agama. Ide sekulerisme tidak mengingkari agama, tidak juga memberi ruang kepada agama untuk mengatur kehidupan publik, ia hanya memisahkan agama dari kehidupan publik.

Sekulerisme --- pemisahan agama dari sektor kehidupan --- merupakan aqīdah yang dianut oleh Barat, sekaligus menjadi qā'idah fikriyyah Barat yang seluruh ide pemikiran di bangun di atas pondasinya; arah pemikiran dan pandangan hidup manusia ditentukan, problematika kehidupan disolusikan. Ide sekulerisme adalah qiyādah fikriyyah yang diemban oleh Barat dan dikampanyekan-disebarluaskan ke seluruh dunia.

Sekulerisme --- pemisahan agama dari kehidupan --- sebenarnya menyiratkan sebuah pengakuan terhadap adanya agama, juga pengakuan adanya Pencipta semesta alam, manusia dan kehidupan ini, dan pengakuan terhadap adanya yawmul ba'tsi, karena semua inilah perkara pokok yang mengindikasikan eksistensi agama. Pengakuan eksistensi ini tersirat pada adanya ide tentang semesta alam-manusia-kehidupan, juga ide tentang sesuatu yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Karena sekularisme tidak menampik eksistensi agama.

Bahkan, sekularisme mengakui dan meneguhkan eksistensi agama, sekalipun ia melontarkan ide pemisahan agama dari kehidupan, memberikan ide ketiadaan ikatan antara kehidupan dunia ini dengan apa yang ada sebelum dan sesudahnya, dan bahwa agama hanya sekedar hubungan private antara seseorang dan penciptanya. Dengan ini, aqidah sekulerisme --- yang memisahkan agama dari kehidupan --- secara implisit memiliki ide tentang semesta alam, manusia dan kehidupan. Maka, berdasarkan penjelasan kami, kapitalisme termasuk ideologi sebagaimana ideologi-ideologi lain.

Sosialisme-Komunisme
Adapun sosialisme beserta komunisme melihat bahwa semesta alam-manusia-kehidupan sebatas materi belaka. Materi merupakan asal-usul segala sesuatu, --- dari perkembangan evolusi materilah --- wujud segala sesuatu menjadi eksist, tiada sesuatu pun di sebalik materi. Materi bersifat azaly dan qadīm yang tidak seorang pun mengadakannya, materi bersifat wājibul wujūd. Karena itulah, para penganut ideologi sosialisme-komunisme mengingkari penciptaan segala sesuatu oleh Dzat Pencipta, mengingkari aspek ruh pada segala sesuatu dan menganggap pengakuan terhadap aspek ruh ini sangat berbahaya bagi kehidupan, yang karenanya mereka pun menilai agama ibarat candu yang meracuni masyarakat dan menghambat aktifitas.

Bagi mereka, tiada sesuatu pun yang eksist selain materi, bahkan berpikir pun semata-mata hanyalah refleksi materi ke dalam otak. Berdasarkan itu, materi adalah sumber pemikiran dan sumber segala sesuatu, dari proses evolusi materilah segala sesuatu terwujud. Berdasarkan ini mereka mengingkari wujūd al-Khāliq, menganggap hanya materilah yang azaly, mereka mengingkari apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia, mereka tidak mengakui apapun selain kehidupan dunia ini.

Meskipun kedua mabda ini --- kapitalisme dan sosialisme --- memiliki perbedaan ide dasar dalam memandang manusia, semesta alam dan kehidupan. Mereka sepakat bahwa nilai-nilai ideal manusia adalah nilai-nilai tertinggi yang manusia tentukan sendiri, dan kebahagiaan adalah tentang mendapatkan kesenangan fisik sebesar-besarnya. Karena --- dalam pandangan kedua mabda ini --- kesenangan fisik merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan, bahkan itulah kebahagiaan sejati. Kedua mabda ini juga sepakat untuk memberikan kebebasan individual bagi manusia; bebas berbuat semaunya menurut apa yang ia kehendaki --- selama ia melihat kebahagian di dalam perbuatannya. Karena itulah, sulūk perilaku atau kebebasan individual termasuk sesuatu yang diagung-agungkan oleh kedua mabda.

Kedua mabda ini --- kapitalisme dan sosialisme --- berbeda pendapat dalam memandang individu dan masyarakat.

Kapitalisme merupakan mabda individualis yang melihat bahwa masyarakat terbentuk dari individu-individu, ia tidak melihat kepada masyarakat kecuali dengan pandangan parsial, dan lebih mengkhususkan pandangannya terhadap individu, kebebasan individu wajib dijamin, kebebasan beraqidah dan kebebasan ekonomi adalah sebagian dari yang ia agungkan. Falsafah mabda ini tidak membatasi kebebasan. Negaralah yang membatasi kebebasan untuk menjamin terlaksananya kebebasan, yakni dengan menggunakan kekuatan militer dan menerapkan ketegasan hukum yang sangat ketat.

Bagaimanapun juga, negara hanyalah sarana, bukan tujuan. Karenanya kedaulatan tetap milik individu, bukan milik negara. Mabda kapitalisme mengemban qiyādah fikriyyah sekulerisme, mengusung ide pemisahan agama dari kehidupan sebagai kepemimpinan intelektual yang di atas pondasinyalah kapitalisme menjalankan roda pemerintahan dan peraturan-peraturannya, mengkampanyekannya, dan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkannya di seluruh penjuru dunia.

Sosialisme beserta komunisme melihat masyarakat sebagai satu komunitas yang bersifat umum; terdiri dari manusia dan hubungannya dengan alam, hubungan ini bersifat keniscayaan-deterministik yang menuntut mereka untuk tunduk padanya secara otomatis dan mutlak. Komunitas ini secara keseluruhan merupakan sesuatu yang satu: alam, manusia dan hubungan-hubungannya bukanlah bagian-bagian yang terpisah antara satu dengan lainnya. Manusia merupakan bagian dari alam. Ini aspek kepribadian yang ada dalam diri manusia. Manusia tidak dapat berkembang tanpa berinteraksi dan bergantung dengan alam yang menjadi aspek kepribadiannya. Interaksinya dengan alam merupakan hubungan antar sesama dzat. Karenanya, masyarakat dianggap sebagai satu komunitas yang seluruh unsurnya berkembang secara serempak. Individu berputar mengikuti yang lain sebagaimana berputarnya gerigi dalam roda. Mereka tidak memiliki kebebasan individual, juga tidak mempunyai kebebasan berakidah dan kebebasan ekonomi. Aqidah dan ekonomi individu dibatasi sesuai kehendak negara. Karena itu, negara termasuk satu hal yang diagungkan dalam mabda ini. Dari filsafat materialisme inilah muncul aturan-aturan kehidupan dan sistem ekonomi sebagai asas yang merupakan manifestasi bagi semua aturan. Mabda sosialisme-komunisme mengusung qiyādah fikriyyah dialektika materialisme dan evolusi materialistis yang di atas pondasinya mengendalikan roda pemerintahan dengan peraturan-peraturannya, mengkampanyekan mabda, dan berusaha sekuat tenaga untuk menerapkannya di seluruh penjuru dunia.

Mabda Islam
Adapun Islam, ia menjelaskan bahwa di sebalik semesta alam, kehidupan dan manusia ada wujud Al-Khāliq yang menciptakan segala sesuatu, Dialah Allah Ta'ālā. Asas mabda Islam adalah keyakinan akan adanya Allah azza wa jalla. Aqīdah ini yang menentukan aspek rūhiyyah, yakni keberadaan manusia, kehidupan dan semesta alam sebagai makhlūq ciptaan Sang Pencipta. Pertalian semesta alam sebagai makhlūq ciptaan dengan Allah sebagai Sang Pencipta, inilah aspek rūhiyyah yang tampak di alam. Pertalian kehidupan sebagai makhlūq ciptaan dengan Allah sebagai Sang Pencipta, ialah aspek rūhiyyah pada kehidupan. Pertalian manusia sebagai makhlūq ciptaan dengan Allah sebagai Sang Pencipta, adalah aspek rūhiyyah yang terdapat dalam diri manusia. Kesimpulannya, rūh adalah idrākul insān lishilatihī bi Allāh, yakni kesadaran diri manusia akan ketersambungannya dengan Allah Ta'ālā.

Īmān kepada Allāh wajib diikuti dengan īmān kepada kenabian Muhammad SAW dan risālahnya, juga beriman kepada Al-Qur'ān kalāmullāh dan seluruh yang ada dalam Al-Qur'ān. Aqīdah Islām menetapkan bahwa sebelum kehidupan ini ada sesuatu yang wajib diimani keberadaannya, yaitu Allāh Ta'ālā, juga menetapkan kewajiban beriman kepada kehidupan sesudah kehidupan dunia, yaitu hari kiamat. Dan menetapkan bahwa manusia di dalam kehidupan dunia ini terikat dengan perintah-perintah Allāh dan larangan-laranganNya, inilah pertalian kehidupan dunia dengan kehidupan sebelumnya; manusia juga terikat dengan penghitungan atas aktifitasnya dalam menaati perintah dan menjauhi larangan, inilah pertalian kehidupan dunia dengan kehidupan setelahnya.

Oleh sebab itu, setiap muslim wajib menyadari ketersambungannya dengan Allāh ketika melakukan amal perbuatan, sehingga dia beraktifitas sesuai dengan perintah Allāh dan laranganNya, inilah makna perpaduan materi dengan rūh. Dan tujuan akhir pelaksanaan aktifitas kepatuhannya dalam menaati perintah Allāh dan menjauhi laranganNya adalah untuk menggapai ridhā Allāh. Sementara tujuan pelaksanaan perbuatan adalah nilai yang terdapat pada amal perbuatannya.

Karena itulah, tujuan-tujuan tertinggi untuk menjaga masyarakat tidak ditentukan oleh manusia, melainkan berasal dari perintah-perintah Allāh dan larangan-laranganNya yang sudah baku, tidak berubah dan tidak berkembang. Menjaga kelestarian manusia, menjaga aqal, menjaga kehormatan dan jiwa manusia, menjaga kepemilikan individu, menjaga agama, keamanan dan negara merupakan tujuan-tujuan tertinggi yang baku, tidak berubah dan tidak berkembang. Allāh menetapkan sanksi-sanksi yang tegas, diantaranya ada hudūd dan 'uqūbāt untuk menjaga tujuan-tujuan yang bersifat baku tadi. Pelaksanaan penjagaan tujuan-tujuan ini adalah wajib, karena ia perintah dan larangan Allāh, bukan karena manfaat materiil.

Demikianlah, setiap muslim dan negara seyogyanya melakukan seluruh aktifitas berdasarkan perintah dan larangan Allāh, sebab negaralah yang mengatur seluruh urusan rakyatnya. Pelaksanaan aktifitas yang berdasar atas perintah dan larangan Allāh merupakan sumber ketenangan setiap muslim. Kebahagiaan itu bukan sekedar memuaskan kebutuhan dan kesenangan fisik semata, melainkan memperoleh ridhā Allāh SWT.

Islam telah mengatur pemenuhan Hājāt 'Udhwiyyah dan gharīzah dengan aturan yang menjamin terpenuhinya kebutuhan perut, kebutuhan biologis, kebutuhan rūhiyyah dan lainnya. Namun, pemenuhan sebagian kebutuhan disini bukanlah pemenuhan yang mengorbankan kebutuhan lain; bukan pula pengekangan sebagian kebutuhan, sementara mengumbar yang lain; juga bukan mengumbar keseluruhannya. Justru, Islam menyelaraskan dan memenuhi seluruh kebutuhan dengan aturan yang rinci, yang memungkinkan manusia mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan, serta mencegah manusia tergelincir ke dalam martabat hewāniyyah yang melampiaskan naluri tanpa kendali.

Demi menjamin peraturan ini, Islam memandang masyarakat secara holistik sebagai satu kesatuan yang tidak terpecah-pecah; individu dipandang sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Posisi individu bukan seperti gerigi dalam roda, melainkan bagian dari keseluruhan, sebagaimana tangan yang menjadi bagian dari tubuh. Islam memperhatikan individu sebagai bagian dari masyarakat, bukan individu yang terpisah darinya, perhatian ini akan menjaga dan melestarikan masyarakat. Pada waktu bersamaan, Islam juga memperhatikan masyarakat sebagai komunitas integral yang tersusun dari individu-individu, dimana perhatian ini mengarah kepada penjagaan dan pelestarian individu-individu sebagai bagian yang terintegrasi dengan masyarakat.

Rasūlullāh SAW bersabda: "Perumpamaan orang yang mencegah kemungkaran dan orang yang berbuat kemungkaran adalah seperti kaum yang menumpang perahu dengan undian. Sebagian berada di atas, sebagian lainnya berada di bawah. Jika orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atas. Mereka berkata, 'Kalaulah kami lubangi bagian bawah kapal ini, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami'. Jika orang-orang bagian atas membiarkan pelubangan kapal oleh orang-orang bawah, niscaya semua binasa. Dan jika mereka mencegah pelubangan orang-orang bawah, niscaya mereka selamat, dan selamatlah semua penumpang." (HR. Bukhari, 2493)

Pandangan Islam terhadap masyarakat dan individu inilah yang melahirkan sebuah konsep masyarakat yang khas. Karena individu-individu ini, yang merupakan bagian dari masyarakat, harus memiliki ikatan pemikiran yang menyatukan mereka dan menjadikan pemikiran tersebut sebagai landasan kehidupan. Mereka juga harus memiliki ikatan perasaan yang mampu mempengaruhi sikap-perilaku mereka dan mendorong mereka beraktifitas. Mereka pun harus memiliki satu peraturan yang mampu memecahkan problematika kehidupan. Maka, terbentuklah konsep masyarakat yang khas, yang terdiri dari manusia, pemikiran, perasaan dan peraturan.

Manusia selalu terikat dengan pemikiran, perasaan dan peraturan di dalam kehidupan ini. Oleh karena itulah, seorang muslim juga terikat dengan Islam dalam segala aktifitas kehidupannya, sehingga ia tidak memiliki kebebasan mutlak.

Aqīdah seorang muslim terikat dengan batasan-batasan Islam dan tidak bebas secara mutlak. Maka, kemurtadannya dinilai sebagai tindak kriminal yang pantas dibunuh jika tidak segera kembali memeluk Islam.

Kepribadian muslim juga terikat dengan peraturan Islam. Karenanya, zina tindak kriminal yang perlu diberi sanksi tanpa belas kasihan, dan pemberian sanksi-nya dilaksanakan di depan khalayak umum, "Hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekelompok orang beriman" (an-Nūr:2). Minum khamr juga termasuk tindak kriminal yang perlu diberi sanksi hukum.

Penganiayaan terhadap oranglain tergolong tindak kriminal yang hukumannya berbeda-beda tergantung bentuk penganiayaannya; seperti menuduh seseorang berzina, membunuh atau pelanggaran lain yang serupa.

Aspek ekonomi terikat dengan syariat Islam dan dengan sebab-sebab kepemilikan yang dibolehkan oleh syariat, serta terikat dengan realitas kepemilikan individual yang berkaitan dengan izin Allah atas pemanfaatan suatu benda. Penyimpangan dari batasan-batasan ini merupakan tindak kriminal yang hukumannya berbeda-beda tergantung jenis penyimpangannya; seperti mencuri, menjambret atau yang serupa dengannya.

Karenanya, harus ada penegakan institusi negara yang akan menjaga komunitas dan individu, serta menerapkan peraturan dalam masyarakat. Dan harus ada penanaman mabda Islam dalam diri penganutnya, supaya penjagaan kelestarian masyarakat dan penerapan peraturan di dalam sebuah negara dapat berjalan secara alamiah dan otomatis yang muncul dari dalam diri masyarakat. Jadi, mabdalah yang mengikat, menjaga, melindungi dan melestarikan, sementara negara dialah pelaksana.

Oleh sebab itu, kedaulatan adalah milik hukum syara', bukan milik negara, dan bukan pula milik ummat, meskipun kekuasaan di tangan ummat yang penampakan kekuasaannya berada pada negara. Dengan demikian, negara hanyalah sebuah methode yang dipakai untuk menerapkan dan melaksanakan peraturan, dengan tetap mengandalkan ketaqwaan seorang mu'min kepada Allāh untuk menegakkan hukum-hukum Islām. Maka perlu adanya undang-undang yang akan diterapkan oleh negara, perlu juga adanya arahan, bimbingan dan motivasi kepada setiap mu'min supaya menerapkan Islam berdasarkan taqwallāh.

Islam merupakan fikrah dan tharīqah. Peraturan Islam muncul dari aqīdah. Peradaban Islam merupakan model gaya hidup yang unik. Tharīqah Da'wah Islam, merupakan metode pengembangan da'wah Islam yang wajib diterapkan oleh negara, dan disebarluaskan ke seluruh dunia sebagai qiyādah fikriyyah kepemimpinan intelektual. Inilah dasar untuk memahami, menerapkan dan melaksanakan peraturan Islam. Pelaksanaan hukum-hukum Islam di dalam komunitas yang menerapkan peraturan-peraturan Islam, merupakan cara penyebarluasan da'wah Islam. Karena penerapan peraturan Islam di tengah-tengah nonmuslim merupakan methode da'wah praktis yang telah berhasil memberikan pengaruh besar dalam mewujudkan dunia Islam yang wilayahnya sangat luas.

Comments

Popular posts from this blog

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 1)

Seorang Peneliti berpendapat bahwa manusia hidup di dalam dua area . Pertama, " area yang manusia kuasai ". Area ini berada dalam lingkup kekuasaan manusia, dan seluruh perbuatan/peristiwa yang terjadi dalam area ini merupakan pilihannya. Kedua, " area yang menguasai manusia ". Area ini tidak berada dalam kendali manusia; Pada area ini, semua perbuatan/peristiwa - baik peristiwa itu berasal dari manusia ataupun peristiwa itu menimpa dirinya - seluruhnya terjadi tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Perbuatan/peristiwa yang terjadi pada " area yang menguasai manusia ", tidak ada sedikitpun andil dan campur tangan manusia dalam kejadiannya. Area yang kedua ini terbagi dua ; Pertama, bagian yang membutuhkan Nizham al-Wujud ( sunnatullah ). Kedua, bagian yang tidak membutuhkan Nizham al-Wujud , namun tetap berada di luar kapasitas kendali manusia, dan ia tidak mampu menolak atau menghindarinya. Adapun bagian yang membutuhkan Nizham al-Wujud , maka manusia...

Mafahim : Kunci Kebangkitan Manusia

Manusia akan bangkit bersamaan dengan taraf pemikiran yang dia miliki ; yakni pemikiran tentang al-Hayat (kehidupan), al-Kawn (semesta alam), al-Insan (manusia), juga pemikiran tentang keterkaitan ketiganya dengan sesuatu sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Maka, haruslah ada proses mengubah pemikiran manusia dewasa ini secara mendasar lagi menyeluruh, pun wajib ada proses mewujudkan pemikiran lain sehingga manusia benar-benar bangkit. Karena, pemikiranlah yang mewujudkan dan memperkuat mafahim (persepsi) manusia tentang segala sesuatu. Manusia menentukan suluk (perilaku)nya dalam kehidupan ini sesuai mafahim -nya tentang kehidupan. Mafahim manusia tentang orang yang dia cintai, menentukan bagaimana suluk -nya terhadap orang yang dia cintai, yang tentu saja berlawanan dengan suluk -nya terhadap orang yang dia benci dan ada  mafahim kebencian terhadapnya. Juga berbeda dengan suluk nya terhadap orang yang dia tidak kenal dan tiada mafahim apapun tentangnya. Jadi, suluk...

Keharusan Adanya Para Rasul

Adapun kebutuhan manusia kepada para Rasul, maka kita perlu memahami bahwa manusia adalah makhluq ciptaan Allah Ta'ala, naluri beragama merupakan salah satu kecenderungan gharizah yang fithri pada diri manusia. Secara fithrah , manusia cenderung men- taqdis -kan Pencipta-Nya , pen- taqdis -an inilah yang disebut ibadah, yakni hubungan antara manusia dengan Al-Khaliq . Jika hubungan ibadah ini dibiarkan begitu saja tanpa aturan , hal itu dapat mengakibatkan kekacauan ibadah dan dapat menyebabkan penyembahan kepada selain Pencipta . Maka, harus ada penerapan aturan hubungan ibadah ini dengan peraturan yang shahih , dan peraturan yang shahih ini tidak mungkin datang dari manusia, karena manusia tidak mampu memahami hakikat Al-Khaliq . Maka, aturan ini haruslah datang dari Al-Khaliq . Dan karena aturan ini harus sampai kepada manusia, maka harus ada para Rasul yang bertugas menyampaikan agama Allah Ta'ala kepada ummat manusia . Argumentasi lain tentang kebutuhan manusia ke...