Skip to main content

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 2)

Segala perbuatan/peristiwa yang terjadi pada area yang menguasai manusia inilah yang dinamakan qadha'un, sebab Allah Ta'ala-lah yang membuat putusannya. Karena itulah, seorang hamba tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan/peristiwa yang terjadi pada area ini - (tanpa perlu mempertimbangkan kembali segala hal yang mungkin terkandung di dalam perbuatan/peristiwa tersebut) sekalipun di dalamnya terdapat manfaat atau mudharat, meskipun terkandung rasa suka manusia yang menganggapnya baik atau rasa benci manusia yang menilainya buruk - sebab hanya Allah Ta'ala-lah yang mengetahui hakikat baik dan buruknya perbuatan/peristiwa tersebut. Sedangkan manusia tidak memiliki andil, tidak mengetahui hakikat dan tidak mengerti bagaimana cara mewujudkan perbuatan/peristiwa tersebut, serta tidak mampu untuk menolak atau menghadirkannya. Manusia hanya diwajibkan untuk mengimani qadha', bahwasanya ia berasal dari Allah Ta'ala.

Adapun qadar, bahwasanya perbuatan/peristiwa - apakah ia berada pada area yang menguasai manusia ataukah ia berada pada area yang manusia kuasai - semuanya terjadi berasal dari al-asyaa' dan menimpa al-asyaa' dari materi semesta alam, manusia dan kehidupan. Allah Ta'ala menciptakan khashiyat (sifat dan ciri khas) tertentu pada segala sesuatu; Allah Ta'ala menciptakan khashiyat membakar (sebagai sifat dan ciri khas api), khashiyat terbakar (sebagai sifat dan ciri khas kayu bakar), khashiyat memotong (sebagai sifat dan ciri khas pisau), Allah Ta'ala melazimkan khashiyat-khashiyat ini sesuai dengan sistem Nizham al-Wujud yang tidak dapat dilanggar. Ketika khashiyat melanggar Nizham al-Wujud, hal itu karena Allah Ta'ala mengambilnya, dan itu merupakan perkara di luar kebiasaan yang hanya terjadi pada para Nabi sebagai mu'jizat bagi mereka.

Sebagaimana Allah Ta'ala menciptakan khashiyat pada benda-benda, demikian pula Dia menciptakan berbagai macam gharizah (naluri) dan al-Hajat al-'Udhwiyyah (kebutuhan jasmani) pada diri manusia, dan menciptakan khashiyat-khashiyatnya seperti halnya pada benda-benda. Allah Ta'ala menciptakan khashiyat dorongan seksual pada gharizatun nau' dan menciptakan khashiyat lapar, haus pada al-Hajat al-'Udhwiyyah. Dan Allah Ta'ala menjadikan khashiyat tersebut bersifat baku sesuai dengan sunnatul wujud.

Semua khashiyat yang Allah Ta'ala ciptakan di dalam al-asyaa', gharizah dan al-Hajat al-'Udhwiyyah, inilah yang disebut qadar, sebab Allah Ta'ala-lah yang menciptakan al-asyaa', gharizah dan al-Hajat al-'Udhwiyyah, sekaligus menetapkan kadar-batasan-ukuran khashiyat-khashiyatnya. Dan khashiyat tersebut tidak berasal dari ciptaan-Nya, dan manusia tidak memiliki andil dan pengaruh sedikitpun dalam penciptaannya. Karenanya, manusia wajib mengimani bahwa Allah Ta'ala-lah yang menetapkan batasan-kadar-ukuran khashiyat-khashiyat al-asyaa'.

Comments

Popular posts from this blog

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 1)

Seorang Peneliti berpendapat bahwa manusia hidup di dalam dua area . Pertama, " area yang manusia kuasai ". Area ini berada dalam lingkup kekuasaan manusia, dan seluruh perbuatan/peristiwa yang terjadi dalam area ini merupakan pilihannya. Kedua, " area yang menguasai manusia ". Area ini tidak berada dalam kendali manusia; Pada area ini, semua perbuatan/peristiwa - baik peristiwa itu berasal dari manusia ataupun peristiwa itu menimpa dirinya - seluruhnya terjadi tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Perbuatan/peristiwa yang terjadi pada " area yang menguasai manusia ", tidak ada sedikitpun andil dan campur tangan manusia dalam kejadiannya. Area yang kedua ini terbagi dua ; Pertama, bagian yang membutuhkan Nizham al-Wujud ( sunnatullah ). Kedua, bagian yang tidak membutuhkan Nizham al-Wujud , namun tetap berada di luar kapasitas kendali manusia, dan ia tidak mampu menolak atau menghindarinya. Adapun bagian yang membutuhkan Nizham al-Wujud , maka manusia...

Keharusan Adanya Para Rasul

Adapun kebutuhan manusia kepada para Rasul, maka kita perlu memahami bahwa manusia adalah makhluq ciptaan Allah Ta'ala, naluri beragama merupakan salah satu kecenderungan gharizah yang fithri pada diri manusia. Secara fithrah , manusia cenderung men- taqdis -kan Pencipta-Nya , pen- taqdis -an inilah yang disebut ibadah, yakni hubungan antara manusia dengan Al-Khaliq . Jika hubungan ibadah ini dibiarkan begitu saja tanpa aturan , hal itu dapat mengakibatkan kekacauan ibadah dan dapat menyebabkan penyembahan kepada selain Pencipta . Maka, harus ada penerapan aturan hubungan ibadah ini dengan peraturan yang shahih , dan peraturan yang shahih ini tidak mungkin datang dari manusia, karena manusia tidak mampu memahami hakikat Al-Khaliq . Maka, aturan ini haruslah datang dari Al-Khaliq . Dan karena aturan ini harus sampai kepada manusia, maka harus ada para Rasul yang bertugas menyampaikan agama Allah Ta'ala kepada ummat manusia . Argumentasi lain tentang kebutuhan manusia ke...