Skip to main content

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 3)

Khashiyat-khashiyat mengandung potensi qabiliyyah bagi perbuatan manusia; perbuatan yang sesuai dengan perintah Allah Ta'ala, maka itu baik, sebaliknya perbuatan yang menyelisihi perintah-Nya, maka itu buruk. Semua itu berlaku pada penggunaan benda beserta khashiyatnya, maupun pada pemenuhan gharizah dan al-Hajat al-'Udhwiyyah. Perbuatan manusia menjadi baik, jika sesuai dengan perintah Allah Ta'ala dan larangan-Nya. Sebaliknya, menjadi buruk jika menyelisihi perintah Allah Ta'ala dan larangan-Nya.

Perbuatan/peristiwa - baik atau buruk - yang berada pada area yang menguasai manusia, semuanya berasal dari Allah Ta'ala. Khashiyat yang terdapat pada al-asyaa', gharizah dan al-Hajat al-'Udhwiyyah - apakah ia dipakai dalam kebaikan atau keburukan - seluruhnya berasal dari Allah Ta'ala. Dengan demikian, seorang Muslim wajib mengimani qadha - baik dan buruknya - dari Allah Ta'ala, yakni ia wajib meyakini bahwa perbuatan/peristiwa yang berada di luar kemampuannya, seluruhnya berasal dari Allah Ta'ala. Seorang Muslim juga wajib mengimani qadar - baik dan buruknya - berasal dari Allah Ta'ala, yakni ia wajib meyakini bahwa khashiyat al-asyaa' - apakah menghasilkan kebaikan atau keburukan - berasal dari Allah Ta'ala.

Manusia tidak memiliki andil dan pengaruh sedikitpun dalam qadha dan qadar. Ajal, rizqi bahkan dirinya sendiri, semuanya dari Allah Ta'ala. Sebagaimana kecenderungan seksual dan kecenderungan memiliki, keduanya terdapat di dalam gharizah nau' dan gharizah baqa', juga rasa lapar dan dahaga yang terdapat di dalam al-Hajat al-'Udhwiyyah, semuanya itu berasal dari Allah Ta'ala. Ini semua merupakan pembahasan dari sisi perbuatan/peristiwa yang berada pada area yang menguasai manusia, dan khashiyat-khashiyat al-asyaa'.

Adapun perbuatan/peristiwa yang berada pada area yang manusia kuasai, ialah area yang manusia berjalan secara sukarela di atas aturan yang dia pilih; apakah ia memilih syariat Allah Ta'ala atau syariat yang lain. Area ini, perbuatan/peristwa - baik muncul dari manusia atau menimpanya - semua hal itu terjadi dengan kehendak manusia.

Manusia berjalan, makan, minum, bepergian kapan saja sesuai keinginannya. Sekehendaknya pula ia tidak melakukan hal tersebut. Ia membakar dengan api dan memotong dengan pisau, sesuai kehendaknya. Ia memuaskan gharizah nau', memuaskan keinginan memiliki, memenuhi keinginan perut sesuka hatinya. Ia bebas memilih - melakukan atau tidak melakukan - perbuatan secara sukarela. Karena itu, manusia akan ditanya dan diminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang ia lakukan pada area (yang dia kuasai) ini.

Comments

Popular posts from this blog

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 1)

Seorang Peneliti berpendapat bahwa manusia hidup di dalam dua area . Pertama, " area yang manusia kuasai ". Area ini berada dalam lingkup kekuasaan manusia, dan seluruh perbuatan/peristiwa yang terjadi dalam area ini merupakan pilihannya. Kedua, " area yang menguasai manusia ". Area ini tidak berada dalam kendali manusia; Pada area ini, semua perbuatan/peristiwa - baik peristiwa itu berasal dari manusia ataupun peristiwa itu menimpa dirinya - seluruhnya terjadi tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Perbuatan/peristiwa yang terjadi pada " area yang menguasai manusia ", tidak ada sedikitpun andil dan campur tangan manusia dalam kejadiannya. Area yang kedua ini terbagi dua ; Pertama, bagian yang membutuhkan Nizham al-Wujud ( sunnatullah ). Kedua, bagian yang tidak membutuhkan Nizham al-Wujud , namun tetap berada di luar kapasitas kendali manusia, dan ia tidak mampu menolak atau menghindarinya. Adapun bagian yang membutuhkan Nizham al-Wujud , maka manusia...

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 2)

Segala perbuatan/peristiwa yang terjadi pada area yang menguasai manusia inilah yang dinamakan qadha'un , sebab Allah Ta'ala-lah yang membuat putusannya. Karena itulah, seorang hamba tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan/peristiwa yang terjadi pada area ini - (tanpa perlu mempertimbangkan kembali segala hal yang mungkin terkandung di dalam perbuatan/peristiwa tersebut) sekalipun di dalamnya terdapat manfaat atau mudharat, meskipun terkandung rasa suka manusia yang menganggapnya baik atau rasa benci manusia yang menilainya buruk - sebab hanya Allah Ta'ala-lah yang mengetahui hakikat baik dan buruknya perbuatan/peristiwa tersebut. Sedangkan manusia tidak memiliki andil, tidak mengetahui hakikat dan tidak mengerti bagaimana cara mewujudkan perbuatan/peristiwa tersebut, serta tidak mampu untuk menolak atau menghadirkannya. Manusia hanya diwajibkan untuk mengimani qadha', bahwasanya ia berasal dari Allah Ta'ala. Adapun qadar, bahwasanya perbuatan/peristiwa - ...

Keharusan Adanya Para Rasul

Adapun kebutuhan manusia kepada para Rasul, maka kita perlu memahami bahwa manusia adalah makhluq ciptaan Allah Ta'ala, naluri beragama merupakan salah satu kecenderungan gharizah yang fithri pada diri manusia. Secara fithrah , manusia cenderung men- taqdis -kan Pencipta-Nya , pen- taqdis -an inilah yang disebut ibadah, yakni hubungan antara manusia dengan Al-Khaliq . Jika hubungan ibadah ini dibiarkan begitu saja tanpa aturan , hal itu dapat mengakibatkan kekacauan ibadah dan dapat menyebabkan penyembahan kepada selain Pencipta . Maka, harus ada penerapan aturan hubungan ibadah ini dengan peraturan yang shahih , dan peraturan yang shahih ini tidak mungkin datang dari manusia, karena manusia tidak mampu memahami hakikat Al-Khaliq . Maka, aturan ini haruslah datang dari Al-Khaliq . Dan karena aturan ini harus sampai kepada manusia, maka harus ada para Rasul yang bertugas menyampaikan agama Allah Ta'ala kepada ummat manusia . Argumentasi lain tentang kebutuhan manusia ke...