Skip to main content

Qadha-Qadar : Menakar Kapasitas Manusia

Allah Ta'ala berfirman dalam Ali Imran [3]:145, Al-A'raaf [7]:34, Al-Hadid [57]:22, At-Taubah [9]:51, Saba [34]:3, Al-An'am [6]:60, An-Nisa [4]:78. Ayat-ayat ini dan ayat sejenis seringkali dipakai dalam pembahasan Qadha dan Qadar, sebagai dalil yang dipahami bahwasanya manusia dipaksa untuk melakukan perbuatannya dengan iradah dan masyiatullah, dan bahwasanya Allah Ta'ala yang telah menciptakan manusia, tentu Allah Ta'ala jugalah yang menciptakan perbuatan manusia. Mereka berusaha menguatkan pendapatnya dengan Ash-Shaffat [37]:96 "Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." dan mengambil dalil dari hadits Rasulullah SAW (1), seperti "Roh Qudus telah membisikkan ke dalam qalbuku: Tidak akan mati suatu jiwa sehingga ditunaikan seluruh rizqi, ajal dan apa-apa yang ditaqdirkan baginya."

Masalah Qadha dan Qadar telah mengambil peranan penting di dalam madzahib Islamiyyah. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa manusia memiliki kasbun ikhtiyarun di dalam perbuatannya, maka ia dihisab berdasarkan kasb ikhtiari ini. Mu'tazilah memiliki pendapat bahwasanya manusialah yang menciptakan perbuatannya sendiri, dan ia dihisab berdasarkan perbuatannya, karena ia sendirilah yang menciptakannya. Jabariyyah berpendapat bahwasanya Allah Ta'ala menciptakan hamba dan perbuatannya, karena itu seorang hamba dipaksa melakukan perbuatannya dan ia tidak diberi pilihan, bagaikan bulu yang diterbangkan angin.

Seorang Peneliti di dalam masalah Qadha dan Qadar tentu menemukan bahwa ketelitian pembahasan permasalahan Qadha dan Qadar wajib dimulai dengan mengetahui asas dasar pembahasan. Asas dasar permasalahan qadha dan qadar, bukan terletak pada apakah manusia yang menciptakan perbuatannya sendiri atau Allah Ta'ala yang menciptakannya. Juga bukan terletak pada ilmu Allah; yang secara pasti Ia mengetahui apa yang akan diperbuat oleh hamba-Nya, dan ilmu-Nya pasti meliputi perbuatan hamba-Nya. Bukan pula iradah Allah Ta'ala, bahwa ia berkaitan dengan perbuatan hamba, yang perbuatan hamba ini harus terjadi dengan iradah Allah Ta'ala. Tidak juga berhubungan dengan ketetapan perbuatan hamba di al-Lawh al-Mahfuzh, yang harus terjadi sesuai dengan ketetapan tersebut.

Perkara-perkara tersebut bukanlah dasar pembahasan masalah Qadha dan Qadar. Sebab, perkara tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan pahala dan siksa, melainkan hanya hubungan penciptaan; ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu, iradah Allah yang berhubungan dengan segala kemungkinan, dan ketetapan segala sesuatu yang tertulis dalam Lawhul Mahfuzh. Semua perkara yang dihubungkan ini merupakan topik lain yang terpisah dari topik pemberian pahala dan siksa atas perbuatan manusia; (1) "Apakah manusia dipaksa melakukan perbuatan baik dan buruk, ataukah diberi kebebasan memilih?" (2) "Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu pekerjaan atau meninggalkannya, atau sama sekali tidak ada hak untuk memilih?"

Catatan :

1. Penerjemah berusaha mencari matan ini menggunakan aplikasi hadits Jami' al-Kutub al-Tis'ah terbitan Rajhi Apps, namun hasil pencarian tetap nihil dan tidak menemukan sumber hadits. Karena itu, kami tidak dapat mencantumkan perawi dan derajat hadits ini.

Comments

Popular posts from this blog

Irobul Qurān : Al-Falaq

اعراب القرآن ؛ سورة الفلق ٠٦  جمادى الأولى ١٤٤١ | ٠٢ ينايير   ٢٠٢٠ ===================== قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الفَلَقِ ===================== قُلْ ؛ فعل أمر للمخاطب | لمفرد مذكّر | مبني على السكون | فاعله اسم ضمير مستتر تقديره أنتَ أَعُوْذُ ؛ فعل مضارع للمتكلّم وحده | لمفرد مذكّر أو مؤنّث | مرفوع لتجرده عن عوامل النواصب و الجوازم | علامة رفعه ضامّة ظاهرة على الآخر | فاعله اسم ضمير مستتر تقديره أنَا بِ ؛ حرف جرّ | مبنيّ على الكسرة ربِّ ؛ ٍاسم نكرة | مفرد مذكّر | مجرور بحرف جرّ | علامة جرّه كسرة ظاهرة على الآخر | و هو مضاف الفَلَقِ ؛ اسم معرفة بدخول الألف و اللام | مفرد مذكّر | مجرور بالاضافة | علامة جرّه كسرة ظاهرة على الآخر | و هو مضاف إليه -------------------------------------  قُلْ أنتَ ؛ فعل و فاعل | جملة فعلية أعوذُ أنَا ؛ فعل و فاعل | جملة فعية بربّ ؛ جار و مجرور | شبه جملة | متعلق بفعل أَعُوْذُ ربّ الفلق ؛ مضاف و مضاف إليه | تركيب اضافي | اسم معرفة بالاضافة ===================== مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ ===================== مِنْ ؛ شَرِّ ؛ مَا ؛ خَلَقَ ؛ ===================== وَ مِن

Manusia: Musayyar atau Mukhayyar? (Part 2)

Segala perbuatan/peristiwa yang terjadi pada area yang menguasai manusia inilah yang dinamakan qadha'un , sebab Allah Ta'ala-lah yang membuat putusannya. Karena itulah, seorang hamba tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan/peristiwa yang terjadi pada area ini - (tanpa perlu mempertimbangkan kembali segala hal yang mungkin terkandung di dalam perbuatan/peristiwa tersebut) sekalipun di dalamnya terdapat manfaat atau mudharat, meskipun terkandung rasa suka manusia yang menganggapnya baik atau rasa benci manusia yang menilainya buruk - sebab hanya Allah Ta'ala-lah yang mengetahui hakikat baik dan buruknya perbuatan/peristiwa tersebut. Sedangkan manusia tidak memiliki andil, tidak mengetahui hakikat dan tidak mengerti bagaimana cara mewujudkan perbuatan/peristiwa tersebut, serta tidak mampu untuk menolak atau menghadirkannya. Manusia hanya diwajibkan untuk mengimani qadha', bahwasanya ia berasal dari Allah Ta'ala. Adapun qadar, bahwasanya perbuatan/peristiwa -

Ikatan Pendorong Kebangkitan Manusia

Setiap kali terjadi kemerosotan pola pikir, maka ikatan kebangsaan (nasionalisme) mulai tumbuh di tengah-tengah manusia. Kemerosotan pola berpikir terjadi karena kebersamaan mereka hidup di suatu wilayah tertentu dan keterikatan mereka dengan wilayah tersebut, sehingga Gharizat al-Baqa' mendorong mereka untuk mempertahankan diri dan membela negara - tempat mereka hidup dan mencari penghidupan di dalamnya. Dari sinilah muncul nasionalisme yang merupakan ikatan terlemah dan paling rendah nilainya. Ikatan yang juga terdapat dalam dunia hewan dan burung-burung yang cenderung bersifat emosional. Ikatan nasionalisme lazim terjadi pada kasus ketika ada agresi pihak asing yang melakukan penyerangan atau penaklukan terhadap suatu negeri tertentu. Dan tidak terjadi pada negeri yang aman damai (tidak ada agresi pihak asing). Ketika pihak asing berhasil dilawan dan diusir dari negeri tersebut, terhentilah ikatan nasionalisme, karena itulah ikatan ini paling rendah nilainya. Tatkala terjadi